Selasa, 06 November 2012

Makalah Manajemen Pelayanan Publik di Bidang Kesehatan Kerja

BAB I
PENDAHULUAN

ALATAR BELAKANG.     
Di era globalisasi tahun 2020 mendatang, kesehatan  kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggotanya, termasuk bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja Indonesia telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2015 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Pelaksanaan kesehatan kerja  merupakan salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat atau lingkungan kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi atau terbebas dari kejadian kecelakaan  kerja  dan penyakit akibat  kerja  yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas  kerja suatu perusahaan atau tempatkerja.
Kesehatan memegang posisi sentral, karena tanpa kesehatan tidak mungkin seseorang dapat meningkatkan produktifitas. Dalam menghadapi era globalisasi saat ini, dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas sehingga dapat bersaing dan dapat meningkatkan tingkat produktifitas dan efisiensi pada suatu perusahaan.  karena itu, pentingnya menjaga dan meningkatkan kesehatan tenaga kerja yang setinggi-tingginya di perusahaan.
Penanganan kesehatan kerja merupakan bagian dari perlindungan tenaga kerja guna memelihara dan meningkatkan kesehatan tenaga kerja untuk mendapatkan derajat kesehatan seoptimal mungkin, baik fisik, mental maupun sosial. Setiap perusahaan wajib memeriksakan kesehatan tenaga kerjanya (Medical Check Up) sesuai dengan Undang-Undang Nomor : 01 Tahun 1970, Pasal 8.
Pemeriksaan Kesehatan tenaga kerja dalam penyelenggaraan keselamatan kerja ada 3 pemeriksaan yaitu pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja, pemeriksaan kesehatan berkala dan pemeriksaan kesehatan khusus, yang dilakukan oleh dokter yang telah mempunyai sertifikasi hiperkes.
UPTD Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sumatera Selatan yang berfungsi melakukan kegiatan pengujian dan pembinaan terhadap perusahaan dan tenaga kerja di bidang Higiene Perusahaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja, terutama pada pemeriksaan kesehatan tenaga kerja.
Pelayanan publik dewasa ini telah menjadi isu yang semakin strategis, karena kualitas kinerja birokrasi pelayanan publik memiliki implikasi yang luas dalam kehidupan ekonomi dan politik.
Dalam kehidupan ekonomi, perbaikan kinerja birokrasi akan bisa memperbaiki iklim ekonomi yang amat diperlukan oleh bangsa Indonesia untuk bisa keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan. Kinerja birokrasi pelayanan publik di Indonesia yang sering mendapat sorotan dari masyarakat menjadi  faktor penentu yang penting dari penurunan minat investasi.
Dalam kehidupan politik, perbaikan kinerja birokrasi pelayanan publik akan mempunyai implikasi luas, terutama dalam tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Kurang baiknya kinerja birokrasi menjadi salah satu faktor penting yang mendorong munculnya krisis kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Dengan adanya perbaikan kinerja pelayanan publik diharapkan mampu memperbaiki kembali citra pemerintah di mata masyarakat, karena dengan kualitas pelayanan yang semakin baik, kepuasan dan kepercayaan masyarakat bisa dibangun kembali sehingga pemerintah bisa meningkatkan legitimasi yang lebih kuat di mata publik.
Kondisi pelayanan yang dilaksanakan pemerintah dalam berbagai jenis pelayanan masih dianggap belum sesuai harapan masyarakat. Hal ini dapat kita lihat dari adanya berbagai pengaduan maupun keluhan, baik yang disampaikan langsung kepada institusi unit pelayanan maupun melalui media cetak ataupun elektronika. Di sisi lain, masyarakat sendiripun belum memberikan kontrol yang efektif untuk mendorong peningkatan pelayanan publik.
Oleh sebab itu, untuk lebih meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah, upaya-upaya peningkatan pelayanan publik terus ditingkatkan melalui berbagai pembenahan yang menyeluruh baik dari aspek kelembagaan, kepegawaian, tatalaksana dan akuntabilitas. Diharapkan, hal ini dapat menghasilkan pelayanan yang prima yaitu pelayanan yang cepat, tepat, murah, aman, berkeadilan dan akuntabel.
Berpedoman kepada Peraturan Gubernur Provinsi Sumatera Selatan Nomor : 04 Tahun 2009, Standar Pelayanan Publik di bidang Higiene Perusahaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja disusun untuk menjadi acuan atau pedoman kerja dalam rangka memberikan layanan yang profesional, efektif dan memuaskan bagi masyarakat industri yang membutuhkan. Dengan adanya pedoman ini diharapkan masyarakat industri memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai prosedur dan mekanisme yang harus ditaati dalam rangka mendapatkan layanan.

B. RUMUSAN MASALAH.
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalahnya, yaitu:
1.      Apakah yang dimaksud dengan  kesehatan kerja?
2.      Bagaimana kapasitas kerja, lingkungan kerja, dan beban kerja?
3.      Bagaimanakah strategi kesehatan kerja?
4.      Jenis-jenis pelayanan kesehatan kerja apa saja yang ada di UPTD Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja Provinsi Sumatera Selatan?

C. TUJUAN :
1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kesehatan kerja.
2.      Dapat membedakan antara kapasitas kerja, lingkungan kerja, dan beban kerja.
3.      Dapat mengetahui apa yang menjadi strategi kesehatan kerja.
4.      Dapat mengetahui  jenis-jenis pelayanan kesehatan kerja di UPTD Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja Provinsi Sumatera Selatan.






BAB II
TEORI PELAYANAN PUBLIK

2.1 Definisi Pelayanan Publik.
Pelayanan publik atau pelayanan umum adalah segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di pusat, di daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelayanan publik oleh birokrasi publik merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat di samping sebagai abdi negara untuk mensejahterakan masyarakat (warga negara). Apalagi saat ini masyarakat semakin sadar apa yang menjadi hak dan kewajibannya sebagai warga negara dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Masyarakat semakin berani untuk mengontrol apa yang dilakukan pemerintahannya.
Berdasarkan organisasi yang menyelenggarakannya, pelayanan publik dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1.      Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh organisasi privat, adalah semua penyediaan barang atau jasa publik yang diselenggarakan oleh swasta, seperti misalnya rumah sakit swasta, PTS, maupun perusahaan.
2.      Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh organisasi publik yang bersifat primer adalah semua penyediaan barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah dan pemerintah merupakan satu-satunya penyelenggara sehingga klien/pengguna mau tidak mau harus memanfaatkannya. Misalnya adalah pelayanan di kantor imigrasi, pelayanan penjara dan pelayanan perizinan.
3.      Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh organisasi publik yang bersifat sekunder adalah segala bentuk penyediaan barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi yang di dalamnya pengguna/klien tidak harus mempergunakannya karena adanya beberapa penyelenggara pelayanan.
Terdapat beberapa karakteristik yang dapat dipakai untuk membedakan ketiga jenis penyelenggara pelayanan publik tersebut, yaitu:
  1. Adaptabilitas layanan. Artinya derajat perubahan layanan sesuai dengan tuntutan perubahan yang diminta oleh pengguna.
  2. Posisi tawar pengguna/klien Semakin tinggi posisi tawar pengguna/klien, maka akan semakin tinggi pula peluang pengguna untuk meminta pelayanan yang lebih baik.
  3. Tipe Pasar Menggambarkan jumlah penyelenggara pelayanan yang ada dan hubungannya dengan penggguna/klien.
  4. Kontrol Karakteristik ini menjelaskan siapa yang memegang kontrol atas transaksi, apakah pengguna atau penyelenggara pelayanan.
  5. Sifat pelayanan Menunjukkan kepentingan pengguna atau penyelenggara pelayanan yang lebih dominan.
Oleh sebab itu, pelayanan publik harus dilakukan secara profesional sehingga mampu menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreatifitasnya untuk mengatur dan menentukan masa depannya sendiri.
Pelayanan publik yang profesional artinya pelayanan publik yang dicirikan oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan (aparatur pemerintah) dengan ciri sebagai berikut :
1.      Efektif : lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi tujuan dan sasaran.
2.      Sederhana : prosedur/tata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah, cepat, tepat, dan tidak berbelit-belit.
3.      Transparan : adanya kejelasan dan kepastian mengenai prosedur, persyaratan, dan pejabat yang bertanggung jawab terhadap pelayanan publik tersebut.
4.      Efisiensi : persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan yang berkaitan.
5.      Keterbukaan : berarti prosedur/tatacara persyaratan, satuan kerja/pejabat penanggung jawab pemberi pelayanan, waktu penyelesaian, rincian waktu/tarif serta hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan wajib di informasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak.
6.      Ketepatan waktu : kriteria ini mengandung arti pelaksanaan pelayanan masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
7.      Responsif : lebih mengarah pada daya tanggap dan cepat menanggapi apa yang menjadi masalah, kebutuhan dalam aspirasi masyarakat yang dilayani.
8.      Adaptif adalah cepat menyesuaikan terhadap apa yang menjadi tuntutan, keinginan dan aspirasi masyarakat yang dilayani yang senantiasa mengalami tumbuh kembang.
Cara-cara yang diperlukan untuk memberikan pelayanan publik yang profesional adalah sebagai berikut:
1.      Menentukan pelayanan publik yang disediakan, apa saja macamnya,
2.      Memperlakukan pengguna pelayanan sebagai customers,
3.      Berusaha memuaskan pengguna pelayanan sesuai dengan yang diinginkan mereka, 4. Mencari cara penyampaian pelayanan yang paling baik dan berkualitas,
4.      Menyediakan alternatif bila pengguna pelayanan tidak memiliki pilihan lain.

2.2 Etika Pelayanan Publik.
Etika pelayanan publik merupakan suatu cara dalam melayani publik dengan menggunakan kebiasaan-kebiasaan yang mengandung nilai-nilai hidup dan hukum atau norma-norma yang mengatur tingkah laku manusia yang dianggap baik. Atau dengan kata lain penggunaan atau penerapan standar-standar etika yang telah ada sebagai tanggung jawab aparatur birokrasi pemerintahan dalam menyelenggarakan pelayanan bagi kepentingan publik.
Fokus utama dalam etika pelayanan publik adalah apakah aparatur pelayanan publik telah mengambil keputusan dan berperilaku yang dapat dibenarkan dari sudut pandang etika (agar manusia mencapai kehidupan yang baik). Apabila dikaitkan dengan birokrasi maka etika birokrasi merupakan panduan norma bagi aparat birokrasi dalam menjalankan tugas pelayanan pada masyarakat. Etika birokrasi harus menempatkan kepentingan publik di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan organisasinya. Etika harus diarahkan pada pilihan-pilihan kebijakan yang benar-benar mengutamakan kepentingan masyarakat luas.
Hal-hal yang perlu dilakukan untuk mewujudkan integritas dalam pelayanan publik adalah sebagai berikut:
1.      Perilaku pelayan publik (Pegawai Negeri) harus sejalan dengan misi pelayanan publik dari instansi tempat mengabdi.
2.      Pelaksanaan pelayanan publik dapat diandalkan.
3.      Warga Negara memperoleh perlakuan “tanpa pandang bulu” sesuai dengan ketentuan hukum dan keadilan.
4.      Sumber daya digunakan secara tepat, efisien, dan efektif.
5.      Prosedur pengambilan keputusan adalah transparan bagi publik, dan tersedia sarana bagi publik untuk melakukan penyelidikan dan pemberian tanggapan.
Ada dua aspek penting penentu/tuntutan kinerja prima yaitu :
  1. Keunggulan teknis (profesionalisme) yaitu efisiensi, produktivitas, dan efektifitas.
  2. Keunggulan moral (etika) yaitu integritas, obyektifitas, atau imparsialitas, keadilan, kejujuran, dan sebagainya.
Dimensi etika dimasukkan dalam pertimbangan atau keputusan pelayanan publik, karena pelayanan publik ditujukan untuk kebaikan masyarakat, bangsa, dan Negara. Etika digunakan sebagai panduan dalam pengambilan keputusan dan sebagai criteria untuk menilai baik-buruknya keputusan. Selain itu, hubungan etika dan pelayanan publik tercermin dalam kenyataan bahwa warga negara telah mempercayakan sumber daya publik kepada birokrasi (sebagai pengelola sumber daya dan penjaga kepercayaan yang diamanatkan oleh warga negara).

2.3    Masalah Pelayanan Publik.
Masalah utama pelayanan publik sebenarnya adalah peningkatan kualitas pelayanan publik itu sendiri. Pelayanan publik yang berkualitas dipengaruhi oleh berbagai aspek, yaitu bagaimana pola penyelenggaraannya,sumber daya manusia yang mendukung,dan kelembagaan.
Beberapa kelemahan pelayanan publik berkaitan dengan pola penyelenggaraannya antara lain sebagai berikut:
1.      Sukar Diakses. Unit pelaksana pelayanan publik terletak sangat jauh dari jangkauan masyarakat, sehingga mempersulit mereka yang memerlukan pelayanan publik tersebut.
2.      Belum informatif. Informasi yang disampaikan kepada masyarakat cenderung lambat atau bahkan tidak diterima oleh masyarakat.
3.      Belum bersedia mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat. Biasanya aparat pelayanan publik belum bersedia mendengar keluhan/saran/ aspirasi dari masyarakat. Sehingga, pelayanan publik dilaksanakan semau sendiri dan sekedarnya, tanpa ada perbaikan dari waktu ke waktu.
4.      Belum responsif. Hal ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur pelayanan publik, mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line) sampai dengan tingkatan penanggungjawab instansi. Tanggapan terhadap berbagai keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali lambat atau bahkan tidak dihiraukan sama sekali.
5.      Belum saling berkoordinasi. Setiap unit pelayanan yang berhubungan satu dengan lainnya belum saling berkoordinasi. Dampaknya, sering terjadi tumpang tindih ataupun pertentangan kebijakan antara satu instansi pelayanan dengan instansi pelayanan lain yang terkait.
6.      Tidak Efisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan (khususnya dalam pelayanan perijinan) seringkali tidak ada hubungannya dengan pelayanan yang diberikan.
7.      Birokrasi yang bertele-tele. Pelayanan (khususnya pelayanan perijinan) pada umumnya dilakukan melalui proses yang terdiri dari berbagai tingkatan, sehingga menyebabkan penyelesaian pelayanan yang terlalu lama.
Dalam kaitan dengan penyelesaian masalah pelayanan, kemungkinan staf pelayanan (front line staff) untuk dapat menyelesaikan masalah sangat kecil, dan di lain pihak kemungkinan masyarakat untuk bertemu dengan penanggungjawab pelayanan, dalam rangka menyelesaikan masalah yang terjadi ketika pelayanan diberikan, juga sangat sulit. Akibatnya, berbagai masalah pelayanan memerlukan waktu yang lama untuk diselesaikan.
Berkaitan dengan sumber daya manusia, kelemahan utamanya adalah berkaitan dengan profesionalisme, kompetensi, empati dan etika. Berbagai pandangan juga setuju bahwa salah satu dari unsur yang perlu dipertimbangkan adalah masalah sistem kompensasi yang tepat. Berkaitan dengan kelembagaan, kelemahan utama terletak pada desain organisasi yang tidak dirancang khusus dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat, penuh dengan hirarki yang membuat pelayanan menjadi berbelit-belit (birokratis), dan tidak terkoordinasi.
Kecenderungan untuk melaksanakan dua fungsi sekaligus, fungsi pengaturan dan fungsi penyelenggaraan, masih sangat kental dilakukan oleh pemerintah, yang juga menyebabkan pelayanan publik menjadi tidak efisien.

2.4    Solusi Masalah Pelayanan Publik.
Tuntutan masyarakat saat ini terhadap pelayanan publik yang berkualitas akan semakin menguat. Oleh karena itu, kredibilitas pemerintah sangat ditentukan oleh kemampuannya mengatasi berbagai permasalahan yang telah disebutkan di atas sehingga mampu menyediakan pelayanan publik yang memuaskan masyarakat sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
Dari sisi mikro, hal-hal yang dapat diajukan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
1.      Penetapan Standar Pelayanan.
 Standar pelayanan memiliki arti yang sangat penting dalam pelayanan publik. Standar pelayanan merupakan suatu komitmen penyelenggara pelayanan untuk menyediakan pelayanan dengan suatu kualitas tertentu yang ditentukan atas dasar perpaduan harapan-harapan masyarakat dan kemampuan penyelenggara pelayanan. Penetapan standar pelayanan yang dilakukan melalui proses identifikasi jenis pelayanan, identifikasi pelanggan, identifikasi harapan pelanggan, perumusan visi dan misi pelayanan, analisis proses dan prosedur, sarana dan prasarana, waktu dan biaya pelayanan. Proses ini tidak hanya akan memberikan informasi mengenai standar pelayanan yang harus ditetapkan, tetapi juga informasi mengenai kelembagaan yang mampu mendukung terselenggaranya proses manajemen yang menghasilkan pelayanan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Informasi lain yang juga dihasilkan adalah informasi mengenai kuantitas dan kompetensi-kompetensi sumber daya manusia yang dibutuhkan serta distribusinya beban tugas pelayanan yang akan ditanganinya.
2.      Pengembangan Standard Operating Procedures (SOP).
 Untuk memastikan bahwa proses pelayanan dapat berjalan secara konsisten diperlukan adanya Standard Operating Procedures. Dengan adanya SOP, maka proses pengolahan yang dilakukan secara internal dalam unit pelayanan dapat berjalan sesuai dengan acuan yang jelas, sehingga dapat berjalan secara konsisten.
Disamping itu SOP juga bermanfaat dalam hal:
a.       Untuk memastikan bahwa proses dapat berjalan uninterupted. Jika terjadi hal-hal tertentu, misalkan petugas yang diberi tugas menangani satu proses tertentu berhalangan hadir, maka petugas lain dapat menggantikannya.Oleh karena itu proses pelayanan dapat berjalan terus;
b.      Untuk memastikan bahwa pelayanan perijinan dapat berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku;
c.       Memberikan informasi yang akurat ketika dilakukan penelusuran terhadap kesalahan prosedur jika terjadi penyimpangan dalam pelayanan; • Memberikan informasi yang akurat ketika akan dilakukan perubahan-perubahan tertentu dalam prosedur pelayanan;
d.      Memberikan informasi yang akurat dalam rangka pengendalian pelayanan;
e.       Memberikan informasi yang jelas mengenai tugas dan kewenangan yang akan diserahkan kepada petugas tertentu yang akan menangani satu proses pelayanan tertentu. Atau dengan kata lain, bahwa semua petugas yang terlibat dalam proses pelayanan memiliki uraian tugas dan tangungjawab yang jelas;
3.      Pengembangan Survei Kepuasan Pelanggan.
Untuk menjaga kepuasan masyarakat, maka perlu dikembangkan suatu mekanisme penilaian kepuasan masyarakat atas pelayanan yang telah diberikan oleh penyelenggara pelayanan publik. Dalam konsep manajemen pelayanan, kepuasan pelanggan dapat dicapai apabila produk pelayanan yang diberikan oleh penyedia pelayanan memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat. Oleh karena itu, survei kepuasan pelanggan memiliki arti penting dalam upaya peningkatan pelayanan publik.
4.      Pengembangan Sistem Pengelolaan Pengaduan Pengaduan masyarakat merupakan satu sumber informasi bagi upaya-upaya pihak penyelenggara pelayanan untuk secara konsisten menjaga pelayanan yang dihasilkannya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itu perlu didisain suatu sistem pengelolaan pengaduan yang secara efektif dan efisien mampu mengolah berbagai pengaduan masyarakat menjadi bahan masukan bagi perbaikan kualitas pelayanan; Sedangkan dari sisi makro, peningkatan kualitas pelayanan publik dapat dilakukan melalui pengembangan model-model pelayanan publik.
Dalam hal-hal tertentu, memang terdapat pelayanan publik yang pengelolaannya dapat dilakukan secara private untuk menghasilkan kualitas yang baik. Beberapa model yang sudah banyak diperkenalkan antara lain: contracting out, dalam hal ini pelayanan publik dilaksanakan oleh swasta melalui suatu proses lelang, pemerintah memegang peran sebagai pengatur; franchising, dalam hal ini pemerintah menunjuk pihak swasta untuk dapat menyediakan pelayanan publik tertentu yang diikuti dengan price regularity untuk mengatur harga maksimum.
Dalam banyak hal pemerintah juga dapat melakukan privatisasi. Disamping itu, peningkatan kualitas pelayanan publik juga perlu didukung adanya restrukturisasi birokrasi, yang akan memangkas berbagai kompleksitas pelayanan publik menjadi lebih sederhana. Birokrasi yang kompleks menjadi ladang bagi tumbuhnya KKN dalam penyelenggaraan pelayanan.








BAB III
PEMBAHASAN

A.    KESEHATAN KERJA
Ilmu kesehatan kerja mendalami masalah hubungan dua arah antara pekerjaan dan kesehatan. Ilmu tidak hanya menyangkut hubungan antara efek lingkungan kerja dengan kesehatan pekerja, tetapi hubungan antara status kesehatan pekerja dengan kemampuan untuk melakukan tugas yang harus dikerjakan.
Menurut International Labor Organization ( ILO) salah satu upaya dalam menanggulangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja di tempat kerja adalah dengan penerapan peraturan perundangan antara lain melalui :
a.       Adanya ketentuan dan syarat-ayarat K3 yang selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi ( up to date )
b.      Penerapan semua ketentuan dan persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku sejak tahap rekayasa.
c.       Pengawasan dan pemantauan pelaksanaan K3 melalui pemeriksaan-pemeriksaan langsung di tempat kerja.
ILO dan WHO (1995) menyatakan kesehatan kerja bertujuan untuk peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan fisik, mental dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja disemua jenis pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan; perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan dan penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan  kerja  yang disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan psikologisnya.
Secara ringkas merupakan penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia kepada pekerjaan atau jabatannya. Selanjutnya dinyatakan bahwa fokus utama kesehatan kerja , yaitu:
1.         Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan pekerja dan kapasitas  kerja
2.         Perbaikan lingkungan  kerja  dan pekerjaan yang mendukung keselamatan dan kesehatan
3.         Pengembangan organisasi kerja dan budaya  kerja kearah yang mendukung kesehatan dan keselamatan di tempat  kerja juga meningkatkan suasana sosial yang positif dan operasi yang lancar serta meningkatkan produktivitas perusahaan.
Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 03 Tahun 1982 disebutkan tugas pokok kesehatan kerja antara lain:
1.      Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian pekerjaan terhadap tenaga kerja
2.      Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan  kerja
3.      Pembinaan dan pengawasan perlengkapan sanitasi
4.      Pembinaan dan pengawasan perlengkapan kesehatan kerja
5.      Memberikan nasehat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat kerja, pemilihan alat pelindung diri yang diperlukan dan gizi serta penyelenggaraan makanan ditempat kerja
6.      Memberikan laporan berkala tentang pelayanan kesehatan kerja kepada pengurus
7.      Memberikan saran dan masukan kepada manajemen dan fungsi terkait terhadap permasalahan yang berhubungan dengan aspek kesehatan kerja.

B. KAPASITAS KERJA, BEBAN KERJA DAN LINGKUNGAN KERJA
Kapasitas kerja, beban kerja, dan lingkungan kerja merupakan tiga komponen utama dalam system kesehatan kerja. Dimana hubungan interaktif dan serasi antara ketiga komponen tersebut akan menghasilkan kesehatan kerja yang baik dan optimal. Kapasitas kerja yang baik seperti status kesehatan kerja dan gizi kerja yang baik serta kemampuan fisik yang prima diperlukan agar pekerja dapat melakukan pekerjaannya dengan baik.
Beban kerja meliputi beban kerja fisik maupun mental. Akibat beban kerja terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan seseorang pekerja menderita gangguan atau penyakit akibat kerja. Kondisi lingkungan kerja yaitu keadaan lingkungan tempat kerja pada saat bekerja, misalnya panas,debu,zat kimia dan lain-lain, dapat merupakan bebam tambahan trhadap pekerja. Beban beban tambahan tersebut secara sendiri-sendiri atau bersama sama menjadi gangguan atau penyakit akibat kerja.
Perhatian yang baik pada kesehatan kerja dan perlindungan risiko bahaya di tempat kerja menjadikan pekerja dapat lebih nyaman dalam bekerja. Dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2009 dinyatakan bahwa kesehatan kerja diselenggarakan agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya, agar diperoleh produktivitas  kerja  yang optimal sejalan dengan program perlindungan tenaga  kerja

C.    KEBIJAKAN UPAYA KESEHATAN KERJA (UKK)
Di Indonesia kebanyakan yang dilakukan dalam pelayanan upaya kesehatan kerja di tempat pelayanan kerja yaitu :
  1. UKK dilaksanakan secara paripurna, berjenjang dan terpadu.
  2. Pelayanan kesehatan kerja merupakan kegiatan integral dari pelayanan kesehatan pada kesehatan tingkat primer maupun rujukan.
  3. Pelayanan kesehatan kerja diperkuat dengan sistem informasi, surveilans & standar pelayanan sesuai dengan peraturan undang-undang dan IPTEK.
  4. Peningkatan mutu pelayanan kesehatan kerja paripurna.
  5. Promosi K3 dilaksanakan secara optimal.
  6. Peningkatan koordinasi pelaksanaan UKK pada Tingkat Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan & Kelurahan/Desa.
  7. Memberdayakan Puskesmas sebagai jejaring pelayanan yang efektif dibidang kesehatan kerja pada masyarakat pekerja utamanya di sektor informal.
  8. Pengembangan wadah partisipatif kalangan pekerja informal (Pos UKK) sebagai mitra kerja PKM dalam rangka membudayakan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

D.  STRATEGI UPAYA KESEHATAN KERJA
  1. Pembinaan Program :
a)      Perluasan jangkauan pelayanan ke seluruh lapisan masyarakat pekerja formal & informal melalui sistem yankes yang sudah berjalan & potensi pranata sosial yang sudah ada.
b)      Peningkatan mutu pelayanan dengan standardisasi, akreditasi & SIM (Sistem Informasi Manajemen)
c)      Promosi K3 dilaksanakan dengan pendekatan Advokasi, Bina Suasana, dan Pemberdayaan & Pembudayaan K3 dikalangan dunia usaha & keluarganya serta masyarakat sekelilingnya.
d)     Pengembangan program Upaya Kesehatan Kerja melalui Kabupaten/Kota.
  1. Pembinaan Institusi pada Pemeritah :
a)      Pengembangan jaringan jasa yg meliputi UPTD Balai Hiperkes dan KK Prov. Sumsel, Pos UKK, Puskesmas dan Klinik Perusahaan.
b)      Pengembangan jaringan kerjasama & penunjang, baik lintas program maupun lintas sektor.
c)      Pelembagaan K3 di tempat kerja yang merupakan wahana utama penerapan program K3.
d)     Memperjelas peran manajemen & serikat pekerja dalam program K3.
  1. Peningkatan Profesionalisme :
a)      Penambahan tenaga ahli K3 di Provinsi dan Kabupaten/Kota.
b)      Peningkatan Kemampuan & Keterampilan K3 petugas kesehatan melalui Diklat.
c)      Pengembangan profesionalisme K3 bekerjasama dengan ikatan profesi terkait.



E.  PELAYANAN KESEHATAN KERJA
Pelayanan kesehatan kerja adalah  pelayanan kesehatan yang diselenggarakan di tempat kerja dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap tenaga kerja yang berdampak positif bagi peningkatan produktifitas kerja.
Syarat pengadaan pelayanan kesehatan kerja, didasarkan pada :
1.       UU Nomor : 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
2.       Peraturan Menakertrans Nomor : Per. 03/MEN/1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja;
3.       Peraturan Menakertrans RI Nomor : 03/MEN/1982 tentang Pelayanan Kesehatan kerja, dimana Pelayanan Kesehatan kerja diadakan tergantung pada jumlah tenaga kerja & tingkat bahayanya
4.       Kepmenkes No. 920 tahun 1986 tentang upaya pelayanan swasta di bidang medik.

F. RUANG LINGKUP KEGIATAN PELAYANAN KESEHATAN KERJA
1.      Pemeriksaan dan seleksi calon pekerja & pekerja
2.      Pemeliharaan kesehatan (promotif, preventif, kuratif & rehabilitatif)
3.      Peningkatan mutu & kondisi tempat kerja
4.      Penyerasian kapasitas kerja, beban kerja & lingkungan kerja
5.      Pembentukan & pembinaan partisipasi masyarakat pekerja dalam pelayanan kesehatan kerja

G.  JENIS PROGRAM PELAYANAN KESEHATAN KERJA
Program Pelayanan kesehatan kerja lebih ditekankan pada pelayanan:
1.      Promotif,
2.      Preventif,
3.      Kuratif,
4.      Rehabilitatif.

1.    Pelayanan Kesehatan Kerja Promotif, meliputi :
§  Pendidikan dan penyuluhan tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
§  Pemeliharaan berat badan yang ideal
§  Perbaikan gizi, menu seimbang & pemilihan makanan yang sehat & aman, Higiene Kantin.
§  Pemeliharaan lingkungan kerja yang sehat (Hygiene & sanitasi)
§  Kegiatan fisik : Olah raga, kebugaran
§  Konseling berhenti merokok
§  Koordinasi Lintas Sektor

2.    Pelayanan Kesehatan Kerja Preventif, meliputi :
§  Pemeriksaan kesehatan (awal, berkala, khusus)
§  Identifikasi & pengukuran potensi risiko
§  Pengendalian bahaya (Fisik, Kimia, Biologi, Psikologi, Ergonomi)
§  Penyakit Akibat Kerja (PAK),
§  Penyakit Akibat Hubungan Kerja (PAHK),
§  Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) & penyakit lainnya.
§  Monitoring Lingkungan Kerja .
 3.   Pelayanan Kesehatan Kerja Kuratif, meliputi :
§  Pertolongan pertama pada kasus emergency.
§  Pemeriksaan fisik dan penunjang
§  Melakukan rujukan
§  Pelayanan diberikan pada pekerja yang sudah mengalami gangguan kesehatan.
§  Pelayanan diberikan meliputi pengobatan terhadap penyakit umum maupun penyakit akibat kerja.
§  Terapi Penyakit Akibat Kerja (PAK) dengan terapi kasual/utama & terapi simtomatis.

4.    Pelayanan Kesehatan Kerja Rehabilitatif, meliputi :
§   Rehabilitasi medik
§   Latihan dan pendidikan pekerja untuk dapat menggunakan kemampuannya yang masih ada secara maksimal.
§   Penempatan kembali pekerja yang cacat secara selektif sesuai kemampuannya.







BAB IV
PENUTUP

A.  KESIMPULAN
  1. Kesehatan kerja adalah ilmu yang mendalami masalah hubungan dua arah antara pekerjaan dan kesehatan.
  2. Kapasitas kerja merupakan status kesehatan kerja dan gizi kerja yang baik serta kemampuan fisik yang prima diperlukan agar pekerja dapat melakukan pekerjaannya dengan baik.
  3. Beban kerja merupakan beban kerja fisik maupun mental. Akibat beban kerja terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan seseorang pekerja menderita gangguan atau penyakit akibat kerja.
  4. Kondisi lingkungan kerja yaitu keadaan lingkungan tempat kerja, misalnya panas,debu, zat kimia dan lain-lain, dapat merupakan bebam tambahan trhadap pekerja. Beban - beban tambahan tersebut secara sendiri-sendiri atau bersama sama menjadi gangguan atau penyakit akibat kerja
  5. Strategi dalam Kesehatan kerja meliputi :
1.      Pembinaan program
2.      Pembinaan institusi
3.      Peningkatan profesionalisme.
  1. Program Pelayanan kesehatan kerja lebih ditekankan pada pelayanan:
1.      Promotif
2.      Preventif

3.      Kuratif
4.      Rehabilitatif.
  1. Sasaran kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi Tenaga Kerja & orang lain yang berada di tempat  kerja, terjadinya kecelakaan kerja, peledakan, penyakit akibat  kerja kebakaran, & polusi yang memberi dampak negatif terhadap korban, keluarga korban, perusahaan, teman sekerja korban, pemerintah dan masyarakat.

B. SARAN :
  1. Penambahan tenaga ahli K3 di Provinsi dan Kabupaten/Kota.
  2. Peningkatan Kemampuan & Keterampilan K3 petugas kesehatan melalui Diklat.
  3. Pengembangan profesionalisme K3 bekerjasama dengan ikatan profesi terkait.
  4. Perlu dilakukan pelaksanaan upaya Kesehatan  agar tercipta tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas  kerja .
  5. Lebih memperdalam lagi pengetahuan tentang Kesehatan melalui Pendidikan dan Pelatihan terkait khususnya di bidang Kesehatan Kerja.




DAFTAR PUSTAKA

  1. Peraturan Gubernur Sumatera Selatan Nomor : 04 Tahun 2009, Tugas Pokok dan Fungsi UPTD Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja pada Disnakertrans, Provinsi Sumatera Selatan.
  2. Harington. 2005. Buku saku Kesehatan Kerja. Jakarta: EGC
  3. Suma’mur. 1990 Keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan. Jakarta: CV Haji Masagung
  4. Buqhari. 2007 Manajement Kesehatan Kerja & Alat Pelindung Diri. USU